Beranda | Artikel
Benarkah Khilafah Islamiyyah Adalah Tujuan? (3)
Senin, 18 Mei 2015

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Sanggahan para Ulama rahimahullah

Dalam artikel bagian yang ke-2 (Benarkah Khilafah Islamiyyah Adalah Tujuan? (2)), telah penulis sebutkan diantara syubhat dan penyimpangan besar yang menyelisihi manhaj dakwah para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam, yaitu berlebih-lebihan (ghuluw) dalam menyikapi penegakan Khilafah Islamiyyah 1.

Beberapa penyimpangan dan kesalahan yang sudah penulis sebutkan dalam masalah ini dalam artikel tersebut, diantaranya adalah salah memahami hal-hal berikut ini: tujuan agama Islam, ibadah, risalah para Nabi Allah ‘alaihimush shalatu was salam dan akar masalah kerusakan suatu negeri. Disamping itu, berlebih-lebihan dalam mensikapi politik dan yang lainnya.

Dikarenakan banyaknya pemahaman yang salah dalam mensikapi penegakan Khilafah Islamiyyah, maka sudah menjadi kewajiban para Ulama dan da’i rahimahullah untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan tersebut, dalam rangka menunaikan tugas yang agung dari Allah Ta’ala, seperti tercermin dalam firman Allah ‘azza wa jalla,

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu): “Hendaklah kalian menerangkan isi Kitab itu kepada manusia, dan jangan kalian menyembunyikannya” (Ali ‘Imraan:187).

Berikut ini beberapa bantahan para Ulama rahimahullah dalam rangka meluruskan penyimpangan-penyimpangan tersebut :

1. Khilafah Islamiyyah memang wajib namun bukan yang paling wajib dan bukan yang paling penting

Ulama bersepakat (ijma‘) atas kewajiban pengangkatan satu orang pemimpin pemerintahan bagi kaum muslimin, ijma’ ini dinukilkan oleh Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, hal. 15, Abul Ma’ali Al-Juwaini dalam Ghiyatsul Umam,hal.15, Al-Qodhi ‘Iyadh dalam Ikmalul Mu’allim 6/220 dan An-Nawawi dalam Syarhu Shahih Muslim 12/205, dan ulama-ulama yang lainnya. (http://www.dorar.net/article/1760)

Berkata Al-Mawardi rahimahullah :

وَعَقْدُهَا لِمَنْ يَقُومُ بِهَا فِي الْأُمَّةِ وَاجِبٌ بِالْإِجْمَاعِ

Mengadakan akad Imamah (Khilafah), bagi yang bertugas melaksanakannya di tengah-tengah umat ini, hukumnya wajib berdasarkan ijma’ ulama” (Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, hal. 3).

An-Nawawi rahimahullah berkata :

وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة

Dan ulama bersepakat bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk mengangkat seorang Khalifah(Syarhu Shahih Muslim).

Dan mayoritas ulama dari berbagai madzhab memandang sahnya setiap negara kaum muslimin dipimpin oleh kepala negara muslim masing-masing, jika belum mendapatkan kondisi ideal untuk bersatunya negara-negara kaum muslimin (dengan kesepakatan bersama) dibawah satu pemimpin untuk kaum muslimin seluruh dunia. (silakan baca https://almanhaj.or.id/7070-hukum-syari-terkait-khilafah-dan-bagaimana-khilafah-diwujudkan.html).

Hal ini dikarenakan, setelah tersebarnya Islam ke berbagai penjuru dunia, jadilah masing-masing wilayah negara memiliki kepala negara masing-masing pula, yang kekuasaannya terbatas pada wilayah negara yang dipimpinnya saja. Maka wajib bagi masing-masing warga negara ta’at kepada kepala negaranya masing-masing, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Al-‘Allamah Asy-Syaukani dalam Sailul Jarar 4/512. Hal ini sah karena belum mendapatkan kondisi ideal, sehingga sesuai dengan kaedah Ushul bahwa,

(العجز مسقطٌ للأمر والنهي وإنْ كان واجبًا في الأصل) [مجموع الفتاوى] (20/61)

“Ketidakmampuan menggugurkan perintah dan larangan, walaupun hukum asalnya wajib” (Majmu’ul Fatawa, Syaikhul Islam 20/61, yang diringkas dari http://www.dorar.net/article/1760).

Setelah kita mengetahui hukum mengangkat khalifah itu wajib, sekarang yang menjadi pertanyaan : “Seberapa besarkah kewajiban tersebut? Apakah wajib bagi setiap muslim untuk melaksanakannya, sehingga hukumnya menjadi fardhu ‘ain atau sebatas fardhu kifayah?

Al-Mawardi rahimahullah menjelaskan hal itu:

فَصْلٌ: “فِي بَيَانِ حُكْمِ الخِلَافَةِ”
فَإِذَا ثَبَتَ وُجُوبُ الْإِمَامَةِ فَفَرْضُهَا عَلَى الْكِفَايَةِ كَالْجِهَادِ وَطَلَبِ الْعِلْمِ، فَإِذَا قَامَ بِهَا مَنْ هُوَ مِنْ أَهْلِهَا سَقَطَ فَرْضُهَا عَلَى الْكِفَايَةِ، وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهَا أَحَدٌ خَرَجَ مِنَ النَّاسِ فَرِيقَانِ:
أَحَدُهُمَا: أَهْلُ الِاخْتِيَارِ حَتَّى يَخْتَارُوا إمَامًا لِلْأُمَّةِ.
وَالثَّانِي: أَهْلُ الْإِمَامَةِ حَتَّى يَنْتَصِبَ أَحَدُهُمْ لِلْإِمَامَةِ،

وَلَيْسَ عَلَى مَنْ عَدَا هَذَيْنِ الْفَرِيقَيْنِ مِنَ الْأُمَّةِ فِي تَأْخِيرِ الْإِمَامَةِ حَرَجٌ وَلَا مَأْثَمٌ،

Pasal: “Tentang penjelasan hukum Khilafah”.

Jika (sudah diketahui bahwa) benar-benar terbukti wajibnya menegakkan Imamah (Khilafah Islamiyyah), maka (ketahuilah) kewajiban itu jenisnya adalah fardhu kifayah, seperti jihad dan menuntut ilmu 2, maka jika telah dilaksanakan kewajiban tersebut oleh orang yang berkompeten, maka gugurlah kewajiban tersebut (bagi kaum muslimin yang lainnya) karena telah dilaksanakan olehnya. Dan jika tidak ada seorangpun yang menunaikannya, maka tampillah dua golongan manusia (yang berkewajiban melaksanakannya),

Golongan Pertama: Ahlul Ikhtiyar (Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas memilih), sampai mereka memilihImam (Khalifah) untuk umat.

Golongan Kedua :Ahlul Imamah (Orang-orang yang terpenuhi syarat menjadi Imam (Khalifah)), sampai salah satu diantara mereka menjadi Imam (Khalifah) kaum muslimin,

dan bagi kaum muslimin selain dua golongan manusia tersebut, tidak salah dan tidak pula berdosa ketika terjadi penundaan pengangkatan Imam (Khalifah).

Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa penegakkan Khilafah Islamiyyah itu bukanlah fardu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimah, namun hukumnya fardhu kifayah, wajib dilaksanakan oleh dua golongan, yaitu: Ahlul Ikhtiyar (Ahlul Halli wal ‘Aqdi) dan Ahlul Imamah.

Jika hukum penegakkan Khilafah Islamiyyah tidak sampai fardhu ‘ain, bagaimana mungkin ia dikatakan sebagai kewajiban yang terpenting dan paling mulia, yang melebihi kewajiban shalat bahkan melebihi Tauhid?

Dan penegakkan Khilafah Islamiyyah ini tentunya untuk sebuah negri yang belum ada khalifah/pemimpin muslim yang sah, sehingga untuk neggri-negri yang telah sah ada kepala negaranya, dipimpin seorang muslim, bahkan wilayah negaranya diakui oleh dunia, maka tentunya wajib bagi masing-masing warga negara ta’at kepada kepala negaranya masing-masing dalam hal bukan maksiat, sambil terus menasehati pemerintah dengan nasehat yang baik dan bijak demi memaksimalkan penerapan hukum dan ajaran Islam di negaranya masing-masing!

Lalu apakah kewajiban yang paling wajib dan terpenting serta paling mulia dalam Islam yang sesungguhnya?

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah telah menjelaskan dalam risalah Tsalatsatul Ushul,

أعظم ما أمر الله به التوحيد

“Perintah Allah yang terbesar adalah tauhid”

Mengapa dikatakan Tauhid merupakan perintah Allah yang terbesar? Hal itu dikarenakan,

  • Tauhid itu hak Allah ‘azza wa jalla,

  • Tauhid itu dasar dan asas agama Islam, maka tidaklah suatu ibadah bisa tegak dan diterima kecuali jika didasari dan diiringi dengan Tauhid,

  • Tauhid juga merupakan tujuan diutusnya para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam semuanya, Allah Ta’ala berfirman,
    وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
    Dan sungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (An-Nahl:36).

  • Tidak ada satupun Utusan Allah kecuali mendakwahkan Tauhid,

  • Tauhid adalah tujuan diciptakannya jin dan manusia. Allah Ta’ala berfirman,
    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
    “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata”
    (Adz- Dzariyaat: 56).

  • Lawan dari Tauhid -yaitu syirik- adalah larangan Allah yang terbesar, jika sampai seseorang melakukan kesyirikan akbar, maka akan menggugurkan seluruh amalnya yang pernah dilakukannya dan Allah tidak akan mengampuni pelakunya sampai ia bertaubat, jika ia mati dalam keadaan tidak bertaubat maka akan masuk Neraka kekal selama-lamanya. Allah Ta’ala berfirman,
    وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
    Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu benar-benar termasuk orang-orang yang merugi”
    (Az- Zumar:65).

Kesimpulan:

Pernyataan bahwa penegakan Khilafah Islamiyyah sebagai “Pokok dari seluruh masalah dalam kehidupan manusia dan prinsip dasar yang paling mendasar!” danpermasalahan kaum muslimin yang teragung!” adalah pernyataan yang salah dan tidak ada dalilnya.

Bahkan pernyataan di atas adalah pernyataan yang dusta menurut kesepakatan kaum muslimin dan sebuah bentuk kekufuran.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

إنَّ القائل: إنَّ مسألة الإمامة أهم المطالب في أحكام الدين وأشرف مسائل المسلمين، كاذب بإجماع المسلمين

“Sesungguhnya orang yang mengatakan: “Masalah Imamah (Khilafah Islamiyyah) adalah tujuan yang tertinggi dalam hukum agama Islam dan permasalahan kaum muslimin yang teragung!”, (maka hakekatnya) ia berdusta menurut kesepakatan kaum muslimin (baca: para ulama)”.

Bahkan beliau menyatakan bahwa perkataan itu sebagai bentuk kekufuran,

بل هو كفر فإنَّ الإيمان بالله ورسوله أهم من مسألة الإمامة وهذا معلوم بالاضطرار من دين الإسلام. فالكافر لا يصير مؤمناً حتى يشهد أن لا إله إلا الله وأنَّ محمداً رسول الله

Bahkan perkataan tersebut adalah bentuk kekufuran, karena beriman kepada Allah dan Rasul-Nya jelas lebih penting dari pada masalah Imamah (Khalifah Islamiyyah) dan ini merupakan perkara mendasar dalam agama Islam yang sifatnya dhoruri 3. (Sebagaimana diketahui) orang kafir tidaklah sah menjadi seorang beriman sampai bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah” (Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah, Syaikh DR. Rabii’ Al-Madkhali).

2. Khilafah Islamiyyah adalah sarana (wasilah) dan bukan tujuan serta bukan pula masalah pokok!

Demikianlah pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Seorang ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah, pakar ilmu Hadits, Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan :

فالدولة المسلمة – بلا شك – وسيلة لإقامة حكم الله في الأرض ، وليست غاية بحد ذاتها

“Maka negara yang sah dalam Islam -tanpa diragukan- kedudukannya sebagai sarana untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi, dan bukan sebagai tujuan itu sendiri” (http://www.alalbany.net/4377).

Syaikh DR. Shaleh Al-Fauzan hafizhahullah, salah seorang ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ahli Fikih sekaligus seorang mufti senior pernah mengatakan,

إن تحكيم الشريعة وإقامة الحدود وقيام الدولة الإسلامية واجتناب المحرمات وفعل الواجبات كل هذه الأمور من حقوق التوحيد ومكملاته وهي تابعة له فكيف يعتنى بالتابع ويهمل الأصل؟

“Sesungguhnya penegakkan hukum Syari’at, penegakan hukum pidana, serta penegakan pemerintahan Islami, menjauhi keharaman dan mengerjakan kewajiban, hakekatnya semua perkara itu merupakan hak-hak tauhid dan kesempurnaannya, dan semua perkara itu mengikuti tauhid! Bagaimana mungkin perkara yang statusnya sebagai pengikut begitu diperhatikan, sedangkan perkara yang pokok justru ditelantarkan?” (Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah, Syaikh DR. Rabii’ Al-Madkhali).

Coba bandingkan ucapan dua ulama besar tersebut dengan ucapan berikut ini,

(إنّ غاية الدين الحقيقيّة إقامة نظام الإمامة الصالحة الراشدة)

Sesungguhnya tujuan agama Islam yang sebenarnya adalah mendirikan sistem Imamah (Khilafah Islamiyyah) yang baik dan lurus!

Sungguh sangat batillah pernyataan di atas, karena konsekwensi dari ucapan di atas adalah bahwasanya tauhid, shalat, puasa, zakat dan semua ajaran agama Islam yang lainnya, hakekatnya merupakan sarana semata, untuk satu tujuan agama Islam, yaitu : penegakan Imamah (Khilafah Islamiyyah)!

Sebuah ucapan yang tidak ada satupun dalil yang mendasarinya.

3. Masalah Khilafah Islamiyyah tidaklah disebutkan secara mendominasi di dalam Alquran dan As-Sunnah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

فمن المعلوم أنَّ أشرف مسائل المسلمين، وأهم المطالب في الدين ينبغي أن يكون ذكرها في كتاب الله تعالى أعظم من غيرها، وبيان الرسول لها أولى من بيان غيرها، والقرآن مملوء بذكر توحيد الله تعالى، وذكر أسمائه، وصفاته، وآياته، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، والقصص، والأمر والنهي، والحدود والفرائض، بخلاف الإمامة، فكيف يكون القرآن مملوءً بغير الأهم الأشرف؟

“Merupakan perkara yang telah diketahui bahwa suatu perkara kaum muslimin yang sifatnya teragung sekaligus ia merupakan tujuan yang terpenting dalam agama Islam, selayaknyalah hal itu disebutkan dalam Kitabullah Ta’ala lebih besar daripada penyebutan perkara selainnya, dan penjelasan Rasulullah terhadapnya, selayaknyalah lebih utama daripada penjelasan beliau tentang perkara selainnya. Sedangkan (kenyataannya) Aquran penuh dengan penyebutan Tauhidullah Ta’ala, nama dan sifat-Nya, Ayat-Ayat, Malaikat dan Kitab-Kitab dan para Rasul-Nya serta hari Akhir serta kisah-kisah,perintah, larangan, hukuman Had dan kewajiban-kewajiban.

Namun, untuk masalah Imamah (Khilafah Islamiyyah) tidaklah demikian 4! Maka bagaimana mungkin Alquran dikatakan dipenuhi dengan perkara yang tidak paling penting dan tidak pula paling mulia?” (Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah, Syaikh DR. Rabii’ Al-Madkhali).

4. Suatu perkara yang sangat mendasar sekali dalam Islam bahwa dari dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mempersyaratkan pengetahuan tentang Imamah sebagai syarat kesahan keimanan orang yang masuk Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

وأيضا فنحن نعلم بالاضطرار من دين محمد بن عبد الله – صلى الله عليه و سلم أنَّ الناس كانوا إذا أسلموا لم يجعل إيمانّم موقوفا على معرفة الإمامة

“Dan kami juga mengetahui -dengan pengetahuan yang sifatnya dharuri 5 dalam agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam– bahwa sejak dahulu manusia jika masuk Islam tidak pernah dipersyaratkan harus mengetahui masalah Imamah (Khilafah Islamiyyah) , untuk menyatakan kesahan iman mereka!” (Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah, Syaikh DR. Rabii’ Al-Madkhali).

5. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyebutkan Imamah sebagai salah satu dari rukun Iman

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

قوله: ( وهي أحد أركان الإيمان المستحق بسببه الخلود في الجنان ). فيقال: من جعل هذا من أركان الإيمان إلا أهل الجهل والبهتان؟!

“Ucapannya6 : “Dan Imamah adalah salah satu dari rukun Iman, yang dengan sebabnya, (seorang hamba) bisa kekal di Surga”. Maka bantahannya adalah bahwa tidaklah seseorang menjadikan ini sebagai bagian dari rukun Iman kecuali ia adalah orang bodoh dan pendusta!” (Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ilallah, Syaikh DR. Rabii’ Al-Madkhali).

Mengapa demikian wahai saudaraku?

Karena di dalam dalil-dalil, baik itu Alquran maupun As-Sunnah, tidak pernah ada satupun dalil yang menunjukkan adanya masalah Imamah sebagai salah satu dari rukun Iman!

Contohnya, firman Allah Ta’ala :

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ

Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi…” (Al-Baqarah:177).

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdialog dengan Jibril ‘alaihis salam,

فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

“Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang Iman?“ Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya,Rasul-Rasul-Nya dan hari Akhir, dan kamu beriman kepada Qadar yang baik maupun yang buruk” (HR. Muslim).

Dari kedua dalil di atas dan dalil-dalil yang lainnya tentang rukun Iman, maka tidak ada satupun dalil yang menunjukkan masalah Imamah sebagai salah satu dari rukun Iman!

6. Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam meyelesaikan berbagai problem umatnya masing-masing, tidak pernah seorangpun diantara mereka yang menjadikan masalah Imamah sebagai solusi terpenting dan pertama sebelum yang lainnya!

Bahkan dakwah mereka ‘alaihimush shalatu was salam adalah dakwah Tauhid, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat Alquran, seperti dalam Al-A’raaf: 59, 65, 73 dan 85.

Seluruh para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam walaupun mereka menghadapi umat yang berbeda-beda dan problematika yang berbeda-beda, namun tetaplah dakwah Tauhid sebagai asas dakwah mereka.

Namun yang perlu diketahui, bukan berarti seorang da’i ketika ingin mencontoh dakwah para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam lalu ia tidak mendakwahkan ajaran agama Islam yang lainnya selain Tauhid! Yang benar bukan demikian, karena yang dimaksud di sini adalah menjadikan dakwah Tauhid sebagai dakwah yang pokok, terpenting dan yang pertama.

7. Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Utusan Allah yang terbaik, beliau pun dalam meyelesaikan berbagai problem umatnya, tidak pernah menjadikan masalah Imamah sebagai solusi terpenting dan pertama!

Untuk pembahasan tentang bagaimana dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyelesaikan problematika umat? Silahkan membaca artikel : “Dakwah Khilafah Ataukah Dakwah Tauhid?“.

Walhamdulillaah Rabbil’alamiin.

***

Catatan kaki

1 Lihat penjelasan tentang makna Khilafah Islamiyyah pada artikel ke-2 tersebut.

2 Jenis ilmu-ilmu yang fardhu kifayah.

3 Ilmu yang wajib bagi setiap muslim mengetahuinya dan mudah diketahui setiap muslim.

4 Tidak disebutkan mendominasi dan tidak paling ditekankan dalam Alquran dan As-Sunnah.

5 Ilmu yang wajib bagi setiap muslim mengetahuinya dan mudah diketahui setiap muslim.

6 Ucapan penulis syi’ah rafidhah.

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Arti Sehat Wal Afiat, Allah Maha Mengetahui Yang Terbaik Untuk Hambanya, Suami Menikah Lagi Tanpa Sepengetahuan Istri, Tafsir Surah Al Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia, Hadits Untuk Anak


Artikel asli: https://muslim.or.id/25559-benarkah-khilafah-islamiyyah-adalah-tujuan-3.html